Menurut UU RI No 14 Tahun 2005 dalam Depdiknas 2004, Sertifikasi Pendidik adalah
bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga professional. Bukti formal ini diberikan oleh lembaga pengelola
sertifikasi, yaitu Universitas yang menjadi mitra pemerintah. Sertifikasi ini
ada dua jenis, yaitu sertifikasi bagi guru yang sudah menjabat (PNS), Guru
Tetap Yayasan (GTY) dan Guru Non
PNS yang diangkat oleh pejabat yang
berwenang ( Gubernur, Walikota dan Bupati), dengan mengikuti Pendidikan dan
Pelatihan Profesi Guru (PLPG) selama beberapa hari. Dengan mengikuti rangkaian
kegiatan selama beberapa hari dan lulus seleksi maka peserta PLPG mendapatkan
setifikat, berhak mendapatkan tunjangan sertifikasi guru.
Demikian halnya dengan Pendidikan Profesi Guru Berasrama,
dimana pendidikan ini selama satu tahun,
yang terdiri dari kegiatan workshop pembuatan perangkat pembelajaran dan
praktek lapangan di sekolah mitra sesuai dengan Kurikulum yang berlaku.
Guru SM-3T dengan siswa/i di SMA N 1 Ilwaki, Kabupaten Maluku Barat Daya |
Saya sebagai peserta PPG SM-3T selama mengajar di daerah 3T
(terdepan, terluar dan tertinggal) menemukan suatu masalah mengenai kinerja
guru yang sudah sertifikasi, dalam arti sudah professional. Penempatan SM-3T
saya yaitu di Kabupaten Maluku Barat Daya, Mengemban tugas di SMA Negeri 1
Ilwaki Wetar. Selama tugas satu tahun, faktanya ada beberapa guru senior yang
sudah sertifikasi, kinerja dan kompetensinya justru tetap. Malah jauh beda dari
para guru muda. Apalagi di daerah 3T sistem pengawasan yang kurang baik dari
Dinas Pendidikan setempat, membuat kinerja Guru professional tadi menjadi
tambah bobrok. Setidaknya realita di tempat saya mengabdi ini merupakan salah
satu contoh dari beberapa daerah yang kinerja guru professionalnya tidak
seimbang dengan tunjangan kesejahteraannya.
Saat ini saya dapat kesempatan mengikuti Beasiswa Pendidikan
Profesi Guru Berasrama, selama mengikuti
kegiatan ini, perhatian pemerintah begitu besar terhadap Peningkatan Kinerja
dan professional seorang guru. Mengikuti PPG ini, semua biaya hidup ditanggung
oleh pemerintah, mulai dari Akomodasi, Transportasi, Uang Saku dan Uang Buku.
Selama PPG berlangsung peserta dibekali Pendidikan Berasrama, Pelatihan
Jurnalisti, KMD Pramuka, Public Speaking,
Pekan Olah Raga, Latihan Kepemimpinan
dan Pensi. Semua kegiatan ini telah dirancang khusus oleh pengelola.
Sehingga jelas output dari PPG ini
adalah Guru Profesional. Dan yang mendapatkan kesempatan ini adalah para
Sarjana yang sudah lulus tes SM-3T dan mengabdi di daerah 3T selama satu tahun.
Setelah lulus PPG, maka pemerintah mengusahakan supaya merekrut kembali para
lulusan PPG SM-3T ini menjadi Guru Garis Depan, dimana GGD ini adalah guru
tetap di Daerah 3T. Suatu terobosan Revolusi Mental yang dicanangkan Presiden Jokowi, bagi daerah Terdepan, Tertinggal, dan Terluar dengan membangun dari wilayah terluar Indonesia. GGD ini menjadi motor penggerak para alumni PPG supaya berkarya di daerah. Oleh sebab itu dituntut jiwa detil dan serius bagi para guru mempunyai karakter guru Profesional
Cukup menggelitik di benak saya, sewaktu ada acara kegiatan
Jurnalistik selama mengikuti PPG Berasrama di Universitas Negeri Padang. Dimana
dalam sambutannya ketua pengelola Sertifikasi PPG UNP Prof. Agustina, M.Hum
menyatakan bahwa Program Pendidikan Profesi Guru ini sedang dipertanyakan
kompetensinya oleh Pemerintah. Yaitu adanya indikasi para guru yang sudah
disertifikasi namun kinerjanya tetap, bahkan sama dengan guru yang belum
sertifikasi.
Hal ini sangat disayangkan, sebenarnya apa yang salah dengan
system sertifikasi guru? Jika seorang guru dinyatakan professional oleh lembaga
pengelola sertifikasi melalui rangkaian kegiata beberapa hari, biasa saja para
calon guru professional ini mengikuti dengan serius dan dinyatakan lulus. Namun
pada fakta di lapangan, belum tentu demikian. Setidaknya hal ini yang saya
jumpai di daerah. Malah guru yang sudah sertifikasi sibuk dengan urusan
bisnisnya.
Jadi siapa yang rugi? Pemerintah bayar mahal, namun kinerja
tidak maksimal, dan kualitas pendidikan siswa tidak ada perkembangan. Jika
kejadian ini berlanjut secara terus menerus, maka pendidikan kita akan tetap
stagnan, apalagi pendidikan di daerah
tertinggal.
Senada dengan pernyataan Ketua Pengelola PPG UNP, Mantan
Mendikbud Pak Anis Baswedan dalam acara
Debat Pilkada DKI di Net TV yang menyinggung mengenai pendidikan menyatakan
bahwa mutu pendidikan dapat ditingkatkan jika ada proses pendidikan yang baik.
Yang menjadi konsentrasi adalah mutu dari seorang guru, dan bukan hannya sertifikasinya. Dan
problemnya menurut pak Anis adalah gurunya sudah sertifikasi namun kinerjanya
tetap. Selayaknya guru yang sudah sertifikasi itu menyenangkan di sekolah, yang
intinya membuat anak senang dan cinta belajar. Fakta ini seharusnya menjadi
bahan evaluasi bagi pemerintah.
Dengan masalah kinerja guru sertifikasi ini, seharusnya
pemerintah mengkaji ulang perekrutan tenaga Pendidik. Guru yang direkrut oleh
pemerintah itu harus yang memiliki minat sebagai seorang guru. Namun pada
kenyataannya, diberbagai daerah praktek KKN menjadi masalah utama dalam
perekrutan tenaga pendidik. Bahkan sudah berlangsung lama, akibatnya jangan
salah jika kinerja para tenaga pendidik kita diberbagai daerah banyak yang
bobrok.
Demikian halnya dengan perekrutan calon guru di Universitas,
sharusnya seleksi yang dilakukan
benar-benar objektif. Sehingga para mahasiswa/i yang terpilih menjadi calon
guru adalah yang benar-benar berminat jadi guru. Dan para guru inilah yang
kemudian hari menjadi guru yang professional.
Terima kasih atas kunjungannya di blog "IDsaragih.com". Pertanyaan dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini.
EmoticonEmoticon