15 Januari 2017

Tanah yang Tak Lagi Merah (Kisah Pengabdian Guru SM3T di Maluku Barat Daya)

OLEH: Desmaiyanti

Maluku Barat Daya adalah salah satu kabupaten di propinsi Maluku dengan sebaran wilayah berada di beberapa pulau. Kondisi ini mengakibatkan setiap aktivitas warga sangat tergantung pada transportasi laut. Akibatnya, kapal adalah satu-satunya penghubung dengan dunia luar. Tak heran jika tibanya kapal di pelabuhan ataupun dermaga pada setiap pulau, merupakan hal yang amat dinanti-nantikan oleh penduduk. 

Kehidupan yang bergantung pada keramahan laut membuat siapa saja terkadang merasa was-was bila ingin bepergian. Cemas ditinggal kapal pun cemas kapal tak jadi datang. Bila musim barat atau musim timur datang, gelombang laut biasanya bisa mencapai ketinggian 6 meter. Hal ini membuat kapal-kapal yang seharusnya berlayar mendapat warning. Akhirnya, hanya bisa menunggu saat gelombang sudah reda, barulah kapal-kapal bisa melanjutkan perjalanannya. 

Tertahannya kapal dan tidak diizinkan berlayar memakan waktu yang tidak bisa dipastikan. Bisa jadi satu hari, satu minggu, bahkan satu bulan. Wajar bila penduduk kesulitan menjanjikan atau merencanakan kegiatan. Yah, mau bagaimana lagi tidak ada yang pasti di negeri itu. Tak bisa dipungkiri kondisi ini terkadang membawa kisah duka bagi siapa saja. Tak terkecuali aku.

Aku ditempatkan di sebuah desa kecil bernama Ilwaki. Berada di tepian paling selatan pulau Wetar dengan pantai dipenuhi batuan berharga mengandung emas. Sungai-sungai kecil dengan airnya yang jernih mengalir membelah daratan menuju tepian pantai. Daratanpun dipenuhi pepohonan kayu putih, pohon koli (bahan dasar sofi, minuman beralkohol khas Maluku), dan pohon kelapa. Lautan yang demikian indah sepanjang mata memandang biru yang tak pernah ada habisnya. Bening dan jernih. Dasar laut bisa dengan mudah dilihat. Tak perlu jauh-jauh menyelam, cukup memakai sampan kecil kita sudah bisa menikmati karang-karang dan ikan-ikan berwarna-warni berenang kesana-kemari. Jika beruntung, setiap habis subuh kita bisa menikmati pemandangan sekumpulan lumba-lumba yang berenang di tengah laut. Dan bukan itu saja, keindahan matahari saat terbit dan tenggelam bisa kita nikmati tanpa ada penghalang. Pun, saat malam, bulan dan bintang bertabur dengan indahnya. Di sana, sepertinya matahari dan bulan terlihat lebih indah dan besar. Keindahan yang selama ini hanya ada di depan layar televisi bisa kita nikmati di sana. 

Indahnya Ilwaki mungkin takkan pernah bisa habis bila diungkap dengan kata-kata. Kekayaan alam dan potensi pariwisata mungkin suatu saat nanti akan tercium publik dan akhirnya bisa membuat daerah ini lebih maju. Negeri ini terlalu indah untuk dibiarkan. Negeri ini sudah terlalu lama ditinggalkan oleh kasih sayang ibu pertiwi. Meskipun demikian rasa cinta tanah air di negeri ini masih tinggi. Bagi mereka NKRI harga mati. 

Kurangnya perhatian dan seolah ditinggalkan terlihat dengan belum adanya sarana komunikasi yang memadai. Belum ada sinyal telekomunikasi mengakibatan negeri ini semakin terisolir dari perkembangan dunia luar. Untuk bertukar kabar dengan sanak saudara, mereka biasa menggunakan Ratelda (radio). Berita baik dan buruk kadang terlambat sampai. Bagaimanalah, Ratelda bukan sarana yang tepat untuk mengabarkan berita dengan cepat. Selain harus sabar berteriak di depan mikrofon, kita juga harus puas hanya bisa menitipkan pesan yang tidak bisa dipastikan sampai atau tidak ke orang yang dituju. Jika mereka sedikit memiliki kelebihan uang, mereka akan menggunakan telepon satelit yang lumayan mahal. Satu menit berbicara harus membayar Rp. 12.000,00. Bila dibandingkan dengan ratelda yang gratis, telepon satelit akan sangat mahal. Makanya, untuk berkomunikasi kebanyakan penduduk lebih memilih pergi ke pulau lain yang sudah ada sinyal, seperti ke Kupang atau pulau Kisar. Dan tak bisa dipungkiri, mereka harus berlayar. 

Sudah hampir empat bulan aku menikmati suasana desa. Keterbatasan komunikasi sedikit banyak menjadi beban terberat bagiku. Sedikit iri dengan tempat lain yang masih bisa berusaha berjalan kaki atau memanjat pohon untuk mendapatkan sinyal. Hal ini membuat kerinduanku pada keluarga semakin membuncah. Entah mengapa semenjak  beberapa minggu ini pikiranku tak lagi fokus. Perasaanku tak enak. Bulan kemaren aku sempat menelepon dari Kupang, bertanya kabar dan mencurahkan sedih senang pada ibu dan kakak-kakakku. Tapi, aku tak pernah sempat berbicara dengan ayahku. Dua hari aku di Kupang dan berulangkali menelepon, tapi tak sekali juga aku bisa berbicara dengannya. Meskipun jika ayah berbicara denganku tak pernah lebih dari dua menit, dan hanya bertanya ‘apakah aku baik-baik saja’ atau ‘hati-hati di negeri orang’, tetapi itu lebih dari cukup untukku. Setiap aku bertanya ayah dimana, ibu dan kakak-kakakku hanya menjawab ayah sedang tidur atau ke ladang. Saat itu aku hanya berbaik sangka saja meski kecewa tidak bisa sedikit bercerita padanya. Paling-paling aku haya kesal dengan ayahku yang sepertinya tidak terlalu peduli dengan anaknya yang entah ada dimana sekarang.

Jika orang bilang pengabdian menuntut pengorbanan maka aku akan menjadi saksi bahwa memang benar itu terjadi. Makanya sejak memulai niat untuk mengabdi seharusnya ego bisa menyelaraskan kekuatannya dengan logika. Dan tak pernah kusangka pengorbanan yang harus diberikan tidaklah kecil bahkan amat besar. Pengorbanan yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. 

Perasaan tidak enak itu memenuhi pikiranku. Makanya, hatiku berkeras untuk menghabiskan libur semester ini di Ambon. Aku harus tahu apa yang terjadi.Berhitung dengan gelombang yang tinggi dan datangnya kapal KM Sabuk 43, yang lumayan nyaman dan menyediakan tempat tidur, masih cukup lama, akhirnya aku memutuskan untuk menaiki kapal barang, kapal Kinei. Kapal ini menuju Seumlaki. Rencana awalku sesampainya nanti di Seumlaki akan aku lanjutkan menaiki kapal Pangrango menuju Ambon. 

Kapal Kinei, kapal ini sebenarnya dikhususkan untuk membawa barang-barang dan tidak menyediakan fasilitas tempat tidur. Hanya ada tenda biru besar untuk atap dan di bawahnya bersusun acaklah manusia, barang dan bahkan hewan ternak. Dimana-mana kardus berusun tinggi. Dan di cela-cela tumpukan itu disusun tikar plastik untuk tempat duduk dan tidur di perjalanan nanti. Ada yang membawa selimut bahkan bantal. Aku yang tidak pernah menaiki kapal ini, tentunya tidak punya persiapan apapun. Tidak ada tikar maupun selimut. Aku hanya membawa ransel yang berisi beberapa pakaian dan laptop. Aku sempat tercengang di dermaga menyaksikan manusia yang berebutan memilih dan mengklaim daerah kekuasaannya. Terkadang perkelahianpun tak bisa dielakkan. Mereka saling berteriak bahkan memaki jika tempat mereka diambil orang lain. Dan urusan bisa panjang. Perjalanan ini cukup jauh butuh waktu 3 hari 3 malam untuk sampai di Saumlaki. Wajar jika semua orang menginginkan tempat yang nyaman untuk menikmati perjalanan. Akan sangat menyakitkan dan menderitanya jika tidak dapat tempat dan hanya bisa duduk di pinggiran kapal. Ditiup udara malam yang amat dingin dan kena panas sinar matahari yang amat terik di siang hari.  Mama-mama yang mengantarkanku sempat menahanku, memberikan pertimbangan bagaimana kalau menunggu kapal penumpang saja. Sempat terpikir untuk mengurungkan niatku berlayar tetapi rasa penasaranku terlalu kuat dan niatku tak bisa ditahan lagi.

Melihatku yang kebingungan, seorang ibu-ibu berjilbab hitam menawarkan untuk berbagi tempat dengannya. Di sana sudah ada tikar yang dikelilingi kardus-kardus sebagai batasan tempat. Akupun melangkah menaiki kapal dan menerima uluran tangan ibu berjilbab hitam ini. “Ibu guru mau pi mana lah?”, ibu ini sambil tersenyum menyapaku. Sontak aku kaget, tahu dari mana ibu ini aku seorang guru. Bukankah badanku yang kecil dengan ransel ini lebih cocok dibilang anak sekolahan hehe. Ternyata begitulah indahnya negeri manise ini. Mereka akan langsung tahu hanya lewat jilbab yang kukenakan. Semua guru kontrak berjilbab, itu yang dikatakan oleh ibu ini. Bibi Zainab, begitulah ia biasa dipanggil. Kebaikan hati dan keramahan budi terpancar dari setiap perhatiannya padaku.

Terima kasih atas kunjungannya di blog "IDsaragih.com". Pertanyaan dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini.
EmoticonEmoticon