OLEH: Leo Randus Saragih, S.Pd. Gr
Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana berdasarkan
ramalan professional dari Global
Institute bahwa Indonesia 20-30 tahun kedepan akan menjadi salah satu dari
7 ekonomi raksasa didunia. Diman penduduk usia produktif lebih besar dari yang
tidak produktif. 20 tahun kedepan penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta
jiwa dengan 200 jiwa penduduk produktif. Namun bonus demografi ini dapat
menjadi pemicu masalah bagi Indonesia jika tidak dipersiapkan dengan baik. Hal ini
bisa tercapai jika Pendidikan di Indonesia dapat dikelola dengan baik mulai
dari saat ini.
Dengan adanya Undang-undang otonomi daerah besar dampaknya
terhadap masyarakat. Otonomi daerah adalah amanat Undang-undang yang memberikan
wewenang dan kebijakan bagi daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan. Kebijakan ini ada pengaruh positifnya, karena pemerintah
daerah lebih memahami daerahnya. Dengan otonomi daerah, pembangunan dapat lebih
merata didaerah dan tepat sasaran.
Tetapi didalam dunia Pendidikan, Otonomi Daerah dengan
kebijakannya masih banyak berseberangan dan tidak sesuai dengan amanat
undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dimana seorang guru
yang berhak mengajar adalah para guru yang Kualifikasinya tamat Sarjana
Pendidikan dan Telah lulus mengikuti Pendidikan Profesi Guru. Di dunia
pendidikan masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan dengan bijaksana.
Faktanya dilapangan, dengan kebijakan otonomi daerah banyak
para tenaga pendidik yang belum berkualifikasi seperti yang diamanatkan UU Guru
dan Dosen No 14 tahun 2005. Pemerintah daerah memilih tenaga pendidik untuk mendidik
didaerahnya banyak yang belum lulus S1, begitu juga dengan sertifikasi. Lebih parahnya
di daerah otonom masih banyak guru yang direkrut dengan sistem KKN. Demikian
juga dengan masih banyaknya guru dari Tamatan Perguruan Tinggi Swasta yang kurang
kredibel. Hal ini terbukti dengan hasil PLPG di berbagai daerah, dan diakui
oleh pengelola sertifikasi guru, dimana banyak yang belum lulus ambang batas
kelulusan yang telah ditetapkan pemerintah. Walaupun ada juga Guru dari Perguruan tinggi swasta yang
berkompeten. Kemampuan para tenaga pendidik dalam keterampilan mengoperasikan
teknologi yang masih kurang memadai, sementara menjadi guru professional penguasaan
teknologi wajib.
Pemerintah daerah juga mengutamakan untuk menempatkan putra
asli daerah mendidik didaerahnya. Kebijakan ini sangat bagus untuk
mengoptimalkan pembangunan disuatu daerah dan mengantisipasi terjadinya
ketimpangan sosial. Masalahnya adalah masih banyak yang belum sesuai UU,
sehinga dapat berdampak pada kualitaas pendidikan diberbagai daerah.
Sementara pemerintah pusat saat ini telah membuat program
jangka panjang, dimana para guru yang disertifikasi harus melewati ambang batas
kelulusan yang naik setiap tahunnya. Saat ini supaya lulus Pendidikan profesi
Guru nilai batasnya 65, tahun berikutnya 70, 75, hingga akhir kabinet 2019
mencapai 80. Hal ini sangat berat bagi para calon guru professional, bahkan
banyak yang protes terhadap pemerintah. Tetapi logikanya jika kita sebagai
orang tua, menyekolahkan anak kita, apakah mau di sekolah yang kompetensi
gurunya rendah? Pastinya tidak, bahkan berebut ke sekolah yang para tenaga
pendidiknya berkualifikasi tinggi. Hal inilah yang diprogramkan oleh pemerintah
dalam menangani kualitas, kuantitas, distribusi hingga kesejahteraan guru dengan
adanya tunjangan profesi guru.
Issu utama tentang guru di Indonesia adalah tentang
Kuantitas dan Kualitas guru. Jumlah guru per 2016 kurang lebih 2,9 juta yang
dirilis Sekretaris Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud. Yang merupakan guru
PNS dan Guru Non PNS. Saat ini banyak klaim dari darah masih kekurangan guru,
tetapi disisi lain kelebihan guru. Salah satunya akibat kebijakan pemimpin
daerah yang tidak mau menerima dan melepas pegawai didarahnya. Jadi problem
lain dari tenaga pendidik di Indonesia adalah persebaran guru yang tidak proporsional.
Saat ini pemerintah telah memprogramkan, para sarjana muda
untuk mengabdi di berbagai daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Dimana para
sarjana ini kelah akan mendapatkan beasiswa penuh pendidikan profesi guru. Jika
sudah lulus profesi guru akan mendapat sertifikat guru professional. Dan dapat
dengan sah mendidik diberbagai sekolah.
Tetapi dengan otonomi daerah, banyak juga para guru professional
ini yang tidak dapat mengajar Karena adanya faktor KKN. Pemerintah daerah lebih
memilih putra daerah untuk mendidik. Jadi sia-sia amanat UU guru dan dosen,
jika yang belum mendapat sertifikat lebih dipercaya oleh pemerintah daerah
mendidik di daerahnya. Oleh sebab itu diperlukan langkah rill dari pemerintah
untuk menempatkan para guru yang professional di berbagai darah.
Pemerintah pusat dengan program jangka panjang, dimana
menempatkan para guru professional ini di berbagai daerah terdepan, terluar dan
tertinggal. Dimana kerja sama dengan berbagai daerah tertinggal sangat
diperlukan untuk menerima dan menseleksi para guru yang telah lulus profesi
guru. Dan diangkat menjadi guru tetap di daerah tersebut. Namun hal ini
tentunya dapat menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat pribumi, dimana
jika yang memenuhi kualifikasi adalah masyarakat diluar daerah tersebut. Tetapi
demi Keberlanjutan, dan kualitas pendidikan pemerintah harus tetap mempunyai
kebijakan khusus sehingga dapat Memanfaatkan bonus demografi yang kelak dialami
Indonesia.
Terima kasih atas kunjungannya di blog "IDsaragih.com". Pertanyaan dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini.
EmoticonEmoticon