13 Januari 2017

Dampak Kebijakan Otonomi Daerah Terhadap Kualitas, Kuantitas dan Distribusi Guru

OLEH: Leo Randus Saragih, S.Pd. Gr

Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana berdasarkan ramalan professional dari Global Institute bahwa Indonesia 20-30 tahun kedepan akan menjadi salah satu dari 7 ekonomi raksasa didunia. Diman penduduk usia produktif lebih besar dari yang tidak produktif. 20 tahun kedepan penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta jiwa dengan 200 jiwa penduduk produktif. Namun bonus demografi ini dapat menjadi pemicu masalah bagi Indonesia jika tidak dipersiapkan dengan baik. Hal ini bisa tercapai jika Pendidikan di Indonesia dapat dikelola dengan baik mulai dari saat ini.



Dengan adanya Undang-undang otonomi daerah besar dampaknya terhadap masyarakat. Otonomi daerah adalah amanat Undang-undang yang memberikan wewenang dan kebijakan bagi daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Kebijakan ini ada pengaruh positifnya, karena pemerintah daerah lebih memahami daerahnya. Dengan otonomi daerah, pembangunan dapat lebih merata didaerah dan tepat sasaran.


Tetapi didalam dunia Pendidikan, Otonomi Daerah dengan kebijakannya masih banyak berseberangan dan tidak sesuai dengan amanat undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Dimana seorang guru yang berhak mengajar adalah para guru yang Kualifikasinya tamat Sarjana Pendidikan dan Telah lulus mengikuti Pendidikan Profesi Guru. Di dunia pendidikan masih banyak permasalahan yang harus diselesaikan dengan bijaksana. 

Faktanya dilapangan, dengan kebijakan otonomi daerah banyak para tenaga pendidik yang belum berkualifikasi seperti yang diamanatkan UU Guru dan Dosen No 14 tahun 2005. Pemerintah daerah memilih tenaga pendidik untuk mendidik didaerahnya banyak yang belum lulus S1, begitu juga dengan sertifikasi. Lebih parahnya di daerah otonom masih banyak guru yang direkrut dengan sistem KKN. Demikian juga dengan masih banyaknya guru dari Tamatan Perguruan Tinggi Swasta yang kurang kredibel. Hal ini terbukti dengan hasil PLPG di berbagai daerah, dan diakui oleh pengelola sertifikasi guru, dimana banyak yang belum lulus ambang batas kelulusan yang telah ditetapkan pemerintah. Walaupun ada juga  Guru dari Perguruan tinggi swasta yang berkompeten. Kemampuan para tenaga pendidik dalam keterampilan mengoperasikan teknologi yang masih kurang memadai, sementara menjadi guru professional penguasaan teknologi wajib.

Pemerintah daerah juga mengutamakan untuk menempatkan putra asli daerah mendidik didaerahnya. Kebijakan ini sangat bagus untuk mengoptimalkan pembangunan disuatu daerah dan mengantisipasi terjadinya ketimpangan sosial. Masalahnya adalah masih banyak yang belum sesuai UU, sehinga dapat berdampak pada kualitaas pendidikan diberbagai daerah. 

Sementara pemerintah pusat saat ini telah membuat program jangka panjang, dimana para guru yang disertifikasi harus melewati ambang batas kelulusan yang naik setiap tahunnya. Saat ini supaya lulus Pendidikan profesi Guru nilai batasnya 65, tahun berikutnya 70, 75, hingga akhir kabinet 2019 mencapai 80. Hal ini sangat berat bagi para calon guru professional, bahkan banyak yang protes terhadap pemerintah. Tetapi logikanya jika kita sebagai orang tua, menyekolahkan anak kita, apakah mau di sekolah yang kompetensi gurunya rendah? Pastinya tidak, bahkan berebut ke sekolah yang para tenaga pendidiknya berkualifikasi tinggi. Hal inilah yang diprogramkan oleh pemerintah dalam menangani kualitas, kuantitas, distribusi hingga kesejahteraan guru dengan adanya tunjangan profesi guru. 

Issu utama tentang guru di Indonesia adalah tentang Kuantitas dan Kualitas guru. Jumlah guru per 2016 kurang lebih 2,9 juta yang dirilis Sekretaris Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud. Yang merupakan guru PNS dan Guru Non PNS. Saat ini banyak klaim dari darah masih kekurangan guru, tetapi disisi lain kelebihan guru. Salah satunya akibat kebijakan pemimpin daerah yang tidak mau menerima dan melepas pegawai didarahnya. Jadi problem lain dari tenaga pendidik di Indonesia adalah persebaran guru yang tidak proporsional. 

Saat ini pemerintah telah memprogramkan, para sarjana muda untuk mengabdi di berbagai daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Dimana para sarjana ini kelah akan mendapatkan beasiswa penuh pendidikan profesi guru. Jika sudah lulus profesi guru akan mendapat sertifikat guru professional. Dan dapat dengan sah mendidik diberbagai sekolah. 

Tetapi dengan otonomi daerah, banyak juga para guru professional ini yang tidak dapat mengajar Karena adanya faktor KKN. Pemerintah daerah lebih memilih putra daerah untuk mendidik. Jadi sia-sia amanat UU guru dan dosen, jika yang belum mendapat sertifikat lebih dipercaya oleh pemerintah daerah mendidik di daerahnya. Oleh sebab itu diperlukan langkah rill dari pemerintah untuk menempatkan para guru yang professional di berbagai darah. 

Pemerintah pusat dengan program jangka panjang, dimana menempatkan para guru professional ini di berbagai daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Dimana kerja sama dengan berbagai daerah tertinggal sangat diperlukan untuk menerima dan menseleksi para guru yang telah lulus profesi guru. Dan diangkat menjadi guru tetap di daerah tersebut. Namun hal ini tentunya dapat menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat pribumi, dimana jika yang memenuhi kualifikasi adalah masyarakat diluar daerah tersebut. Tetapi demi Keberlanjutan, dan kualitas pendidikan pemerintah harus tetap mempunyai kebijakan khusus sehingga dapat Memanfaatkan bonus demografi yang kelak dialami Indonesia.

Terima kasih atas kunjungannya di blog "IDsaragih.com". Pertanyaan dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini.
EmoticonEmoticon