OLEH: Desmaiyanti, S.Pd., Gr
“Surga yang
jatuh ke bumi”, begitulah seorang Nadine Chandrawinata yang sempat menginjakkan
kaki di tanah Kalwedo ini, menggambarkan rasa kagumnya. Ibarat permata yang
bertaburan di lautan membentuk pulau-pulau kecil nan indah. Daratan-daratan yang
istimewa. Bukan hanya karena pesona keindahan yang memuaskan mata tetapi juga
cerita-cerita unik yang menyertainya. Setiap tempat menyajikan cerita rakyat
yang tidak pernah dilupakan masyarakat. Diceritakan turun temurun sebagai
kekayaan budaya. Dan di sana akupun mendapatkan cerita itu, ya di sana di Pulau
Wetar.
Kegelapan malam
yang mencekam akan segera sirna saat mentari pagi mulai mengintip di ufuk timur
seiring dengan kokokan ayam yang berniat melakukan satu-satunya hal berguna
yang bisa dilakukannya selain mengganggu dan berak. Aih... Saat sinar mengusir
pekat, saat itu keindahan tersaji di mana-mana. Membuat siapa saja tersenyum
memulai hari yang mungkin akan berat.
Di tengah-tengah
pulau akan kau dapati keindahan danau dengan air bening yang jika kau lihat
dari kejauhan berwarna hijau toska. Danau Tihu. Danau yang cukup luas
berdindingkan perbukitan yang menjulang tinggi. Di sana bersusun air terjun-air
terjun yang belum tersentuh. Alami dan masih perawan. Di salah satu sisi
terdapat pulau kecil bernama Pulau Ibu. Pulau yang tidak pernah tenggelam meski
air meluap. Di sana-sini berdiri lembah-lembah dipenuhi pepohonan berusia tua.
Siapa sangka di balik semua keindahan ini, hampir semua warga takut mendekati
dan menghabiskan hari untuk sekedar piknik di sana. Memang danau ini agak
menyeramkan. Konon kabarnya, danau ini adalah rumahnya ratusan buaya-buaya yang
beranak pinak dengan tenang. Banyak warga yang telah menyaksikan sendiri
kehadiran buaya-buaya ini. Pulau ini memang terkenal memiliki banyak buaya.
Mulai dari yang berukuran kecil sampai yang super besar. Dari yang berkepala
satu sampai yang berkepala dua dan hebatnya lagi juga ada buaya putih. We a we
waw!!
Suburnya koloni
buaya ini disebabkan karena adanya larangan berburu dan membunuh buaya. Di
negeri ini, bila sembarangan membunuh buaya, akibat buruk akan segera datang.
Bahkan katanya, kita akan meninggal layaknya buaya yang kita bunuh.
Berbagai mitos mengiringi kehadiran
buaya-buaya ini. Dan semuanya berhubungan dengan kisah asal mula terbentuknya
Danau Tihu. Ada banyak kisah yang kudengar, salah satunya yang akan aku
ceritakan padamu. Dengarlah aku berkisah, begini ceritanya :D
Dahulu kala, di Pulau Wetar hiduplah
beberapa raksasa yang selalu mengganggu kehidupan masyarakat. Semua orang resah
dan ketakutan. Tidak berani kemana-mana. Ketakutan
ini disaksikan oleh dua orang kakak beradik yang memiliki ilmu tenaga dalam
yang luar biasa. Mereka memiliki seorang ibu yang telah renta. Setiap hari
mereka berlatih dan menambah kekuata untuk melawan raksasa-raksasa itu. Tibalah
saat yang ditunggu-tunggu. Berdua mereka mengerahkan segenap kemampuan untuk
memusnahkan pengganggu yang meresahkan itu. Ternyata lawan mereka sangat
tangguh. Mereka akhirnya memutuskan mengorbankan diri mereka. Mereka
mengeluarkan air yang sangat besar hingga menenggelamkan raksasa-raksasa itu.
Namun, sebelum itu mereka menyelamatkan ibu mereka di sebuah daratan tinggi.
Saat air telah menggenang daratan ini tidak pernah terbenam, dan akirnya
dinamakan pulau ibu. Saat raksasa-raksasa itu tidak mampu lagi bertahan
merekapun musnah. Kedua adik kakak ini pun masuk ke dalam air dan tak pernah
kembali. Konon kabarnya mereka berubah menjadi buaya putih. Oleh karena itu, di sana tidak boleh membunuh
buaya sembarangan karena mereka percaya buaya-buaya itu adalah jelmaan nenek
moyang mereka.
Dan buaya-buaya yang sekarang jumlahnya tidak bisa dihitung itu
bisa dipanggil oleh tuan tanah yang memiliki hubungan keluarga dengan kakak
beradik tadi. Saat mereka memanggil, buaya-buaya itu akan datang berbaris tanpa
mengganggu manusia yang ada di sekitar mereka. Dan memang buaya-buaya itu tidak
pernah menggigit manusia sembarangan. Hanya orang-orang yang memiliki niat
jahat yang akan menjadi korban. Begitulah cerita rakyat yang dipercaya di sana.
Layaknya cerita rakyat, meskipun tidak ada yang bia membuktikan kebenarannya,
masyarakat tetap saja menceritakannya secara turun temurun kepada anak cucunya.
Entahlah.
Terima kasih atas kunjungannya di blog "IDsaragih.com". Pertanyaan dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini.
EmoticonEmoticon