9 Oktober 2016

Potret Pendidikan di Daerah 3T dan Kota, “Bagaikan Langit dan Bumi”.

Dengan dirilisnya program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T), maka suatu peluang bagi para sarjana pendidikan untuk mengenal daerah lainnya di Indonesia. Program SM-3T adalah program yang dirilis oleh Kemristek Dikti, program ini resmi di rilis pada tahun 2011. Sudah banyak alumni dari SM-3T saat ini, bahkan sudah ada yang menjadi PNS baik dari jalur umum maupun Guru Garis Depan.
Setelah selesai mengajar di daerah 3T, saya mendapatkan bonus mengikuti Program Profesi Guru sistem berasrama. Pendidikan Profesi Guru adalah program pendidikan sarjana yang mempersiapkan para peserta didiknya untuk dapat memiliki keahlian khusus menjadi seorang guru yang profesional. Lulus dari pendidikan ini akan mendapatkan gelar “Gr” dan sertifikat pendidik. 

Sasaran dari program ini adalah, Kabupaten yang masih tergolong daerah tertinggal, maupun terluar Indonesia. Kebijakan Pemerintah pusat dengan program ini sangat populer, mampu mengisi kekurangan guru di daerah tertinggal. Namun para peserta program ini hanya bertugas  setahun, karena setelah itu akan dilanjutkan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru dan dilanjutkan angkatan berikutnya. Dengan status daerah 3T, maka tidak heran jika dilapangan kita ditugaskan disekolah yang sangat sederhana sarana dan prasarananya. Walaupun sebagian Kabupaten daerah 3T memiliki fasilitas sekolah yang cukup baik. 

Pengalaman saya mengajar di Kabupaten Maluku Barat Daya selama satu tahun, menjadi pengalaman berharga. Ditempatkan di desa Ilwaki, Kecamatan Wetar yang berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Disekolah ini terdapat beberapa gedung yang sudah cukup layak untuk belajar. Namun sarana penunjang proses belajar di sekolah ini sangat minim. Berikut perbandingan di sekolah 3T dengan sekolah di Perkotaan. 

Mendidik di Sekolah di Daerah 3T sangat membutuhkan perjuangan ekstra, karena untuk menjangkau daerah ini harus dengan melalui perjalanan panjang, baik itu jalur udara, laut dan darat. Selain itu sarana di sekolah 3T sangat minim. Kita jarang menemukan ada pustaka buku, bahkan para siswa hanya mendapat materi dari guru saja tanpa didukung literasi belajar yang lain. Bahkan para guru di daerah terpencil tidak ada persiapan dalam mengajar. oleh sebab itu tidak heran jika di sekolah terpencil banyak para peserta didik yang ketinggalan materi dari pada di kota. Hal ini bukan karena daya tangkap belajar anak yang kurang, melainkan keterbatasan sarana belajar di sekolah yang minim.

Sekolah di daerah tertinggal, dengan kekurangan guru TNI juga ambil bagian dalam pembelajaran

Begitu juga dengan alat-alat labor. Bahkan Guru sendiri banyak yang belum menguasai teknologi terkini (gaptek). Begitu juga denga penerangan dan transportasi yang sangat minim. Hal ini sangat mempengaruhi proses belajar di daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Selain kekurangan sarana belajar, di daerah 3T juga sangat banyak kekurangan guru bahkan masih banyak terdapat para tenaga pendidik yang belum profesional karena keterbatasan informasi dan komunikasi. Guru di daerah ini juga banyak kita temui ada yang pemalas. Bahkan guru yang PNS dan sertifikasi, belum menunjukkan sikap dan cara mengajar layaknya profesional. Namun digaji pemerintah dengan tunjangan profesi yang sangat membantu kesejahteraan guru. 

Masalah tenaga pendidik di daerah 3T ini harus segera ditindaklanjuti,  bahkan fenomena lain di daerah tertinggal KKN sangat tinggi. Yaitu dengan banyak direkrut para guru kontrak daerah yang belum tentu profesional. Bahkan ada kejadian di darah Guru yang sudah mendapatkan Sertifikat Pendidik dan Gelar “Gr” tidak diterima sebagai guru kontrak daerah dan yang diterima adalah guru yang belum mendapat sertifikat. ini merupaka hal yang sangat aneh, ibarat di dunia medis, pemerintah daerah lebih percaya mengobati pasien yang bergelar S.Ked dari pada dr (dokter) yang telah mengikuti pendidikan profesi dokter. 

Dapat juga kita lihat dari kinerja para guru dan lulusan yang dihasilkan oleh sekolah di daerah 3T, bahkan jika kita mendidik anak SMA, tingkat pemahamannya masih sama dengan anak SMP di perkotaan. Banyak peserta didik yang belum mampu menggunakan perangkat komputer. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah, supaya benar-benar menempatkan guru yang berkompeten di sekolah yang masih tertinggal. Dan bagi para guru yang sudah PNS agar mengembangkan kompetensi dari segi Iptek.
 

Bagaimana dengan sekloah di perkotaan? saat ini saya sedah mengikuti masa-masa Praktek Lapangan (PL) di Salah satu sekolah Negeri di Kota Padang. Sekolah yang berada di daerah perkotaan ini memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. baik itu sarana perpustakaan, olah raga, internet dan lain-lain. Peserta didik sudah memiliki tingkat pemahaman yang cukup baik. Sehingga guru dalam proses belajar mengajar hanya sebagai motivator dan fasilitator. walaupun sebahagian peserta didik ada yang butuh perlakuan khusus


Praktek di sekolah perkotaan kembali mengingatkan saya pada sekolah di daerah 3T, dengan berbagai kekurangan. di perkotaan, anak-dapat belajar di taman dengan baik, dan banyak sumber Literasi belajar lainnya dalam membahas suatu materi pelajaran. Tidak heran lagi jika banyak alumni sekolah di perkotaan sudah berkompetensi. Begitu jugan dengan tenaga pendidik di Perkotaan adalah yang berkompetensi. Sehingga para guru di kota harus mempersiapkan materi sebaik mungkin.
Oleh sebab itu, apakah adil dengan hak mendapatkan pendidikan di daerah 3T dan Perkotaan? Jelas tidak, karena antara kota dengan daerah 3T bagaikan langit dan bumi. oleh sebab itu pemerintah harus mempercepat pembangunan di daerah terpencil. Yang utama adalah dalam dunia pendidikan, dimana para guru hanya banyak terdapat di Kota, sementara di daerah tertinggal justru kekurangan guru.  

Terima kasih atas kunjungannya di blog "IDsaragih.com". Pertanyaan dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini.
EmoticonEmoticon