Suatu kebanggaan bagi masyarakat Mentawai karena kekayaan
alamnya, dengan ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer. Secara Geopolitik
Kabupaten ini termasuk daerah terluar Indonesia, dimana berhadapan langsung
dengan Samudera Hindia dan sekitar 62 Mil dari Sumatera. Pulau Siberut
mempunyai Empat Primata Endemik yang bahkan terancam punah, Yaitu Siamang Mentawai
(Bilou), Lutung, Simakobu dan Bokkoi. Begitu juga dengan Keanekaragaman Flora
berupa Hutan Hujan lebih dari 65% yang menyelimuti pulau ini. Selain itu di Mentawai
juga banyak terdapat spot untuk bermain selancar (Surfing) bagi para wisatawan Domestik maupun Mancanegara. Mentawai
bahkan sudah terkenal ke Mancanegara karena pesona Ombaknya. Hal ini dibuktikan
dengan Kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat ke Mentawai. Dengan Keindahan
alam ini akan sangat mempengaruhi PAD Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Terlepas dari pesona alamnya yang indah, Kondisi Hutan di
Kabupaten Kepulauan mentawai sudah kritis, dimana sudah 40 tahun Perushaan HPH
beroperasi. Banyak perusahaan yang mengeksploitasi hutan di Mentwai, bahkan
sampai saat ini masih tetap beroperasi. Salah satunya yang beroperasi di
Siberut adalah PT. Salaki Summa Sejahtera, dengan mengantongi izin dari
Kementerian Kehutanan yaitu Hak Penguasaan Hutan (HPH), maka perusahaan ini
dapat beroperasi di Pulau Siberut dengan syarat tidak mengganggu Cagar Biosfer
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Hasil Hutan Berupa Kayu Bulat di Pulau Siberut |
Pembangunan selalu memanfaatkan Sumber daya alam, namun pemanfaatan
sumberdaya alam harus diimbangi dengan daya dukung lingkunga. Setelah
beroperasi perusahaan ini sudah mengangkut ribuan kubik kayu yang berkualitas
untuk di pasarkan ke beberapa daerah. Pengeksploitasian ini akan menimbulkan
kerusakan Flora dan Fauna yang ada disekitarnya. Dengan status Cagar Biosfer di
Pulau Siberut, seharusnya pemerintah mengkaji ulang dengan pemberian ijin
kepada PT. Salaki Summa Sejahtera, karena akan merusak Keseimbangan Ekosistem,
selain itu masyarakat bergantung pada Hutan yang menyuplai cadangan Air bersih.
Selain itu dengan gundulnya hutan juga maka akan menyebabkan terjadinya
sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berakibat fatal pada masyarakat.
Dengan terbitnya izin dari kementerian Lingkungan Hidup, kenapa Pemerintah
daerah mengijinkan Eksploitasi hutan di pulau Siberut? Keindahan pulau siberut
akan tergerus oleh adanya aktifitas Eksploitasi hutan salah satunya terhadap
Taman Nasional Siberut.
Dampak sosial dari eksploitasi hutan ini dapat kita lihat, yaitu
masyarakat tetap berada pada taraf hidup yang masih kategori miskin. Dengan
banyaknya hasil alam berupa kayu yang bernilai ekonomi tinggi, Mentawai masih
tetap jadi Kabupaten yang tergolong miskin di Sumatera Barat menurut Peneliti LIPI Gotomo Bayu Aji yaitu dibuktikan dengan data BPS 2014 (Mentawai Kita). Dengan adanya eksploitasi hutan, sebenarnya siapa saja
yang diuntungkan, masyarakat? Pengusaha? atau para pejabat?.
Saat ini PT. MPL mendapat izin perpanjangan 13 April 2013
hingg 12 April 2056. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup periode
Mei-Juni 2016 telah memproduksi 1.838 batang kayu bulat jenis Meranti.
Sementara menurut Kementerian Lingkungan Hidup, produksi kayu
bulat oleh dua perusahaan HPH dimentawai yang hingga kini beroperasi antara Januar-Mei
2016 adalah sekitar 22.571,35 kubik untuk meranti dan 348,08 kubik jenis rimba
campuran. Mengutip pernyatan dari Gotomo Bayu Aji Peneliti LIPI, maka dengan Asumsi
1.270.000 perkubik untuk jenis meranti dan 953.000 untuk jenis rimba maka
produksi 2 HPH per bulan mencapai 6 miliar. begitu luar biasa potensi Hutan di Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
Ironisnya, kekayaan alam melimpah namun masyarakat masih
banyak hidup dalam kategori miskin. Sumber daya alam yang melimpah hanya
dinikmati oknum tertentu. Dengan eksploitasi Hutan selama 40 tahun lebih,
seharusnya masyarakat mentawai sudah maju, dan memiliki sarana prasarana yang
lebih memadai.
Kita dapat berkaca dari pengalaman masuknya perusahaan
pengolah hutan di Pulau Pagai. Hutan Dieksploitasi oleh PT. Minas Pagai Lumber,
tapi pada kenyataan apa dampak dari perusahaan sekarang ini? masyarakat masih
banyak terdapat hidup dibawah garis kemiskinan. Bahkan masyarakat di bekas
operasional perusahaan bertahan hidup dengan bertani, dan akses menuju ke
ibukota kecamatan sangat susah. Akses jalan yang susah menyebabkan harga
sembako naik. Sementara hasil tani tidak seimbang dengan biaya kebutuhan pokok.
Setelah perusahaan hengkang, maka masyarakat hanya bisa bertahan hidup dengan
berkebun. Bahkan dengan hadirnya HPH banyak masyarakat yang berkonflik. Sangat
tidak seimbang antara hasil alam dan sarana prasarana yang dibanun di Mentawai.
Lebih parah lagi pasca Gempa dan Tsunami 2010 masyarakat
direlokasi Pemerintah ke daerah yang lebih tinggi yaitu bekas lahan HPH PT.
Minas Pagai Lumber. Pemerintah sudah merelokasi, tetapi masalah lainnya adalah
bagaimana ekonomi masyarakat? apakah dengan pemukiman yang baru masyarakat
sudah bisa bertahan hidup tanpa adanya pemulihan ekonomi masyarakat? Bahkan
masyarakat lebih memilih kembali ke kampung lama untuk memanen hasil tani,
seperti kelapa.
Untuk kedepannya pemerintah harus mengkaji ulang keberadaan
HPH di mentawai, dan Pembangunan lebih mengutamakan Musrembang. Merevitalisasi kearifan
lokal, dengan mengakui keberadaan masyarakat adat akan lebih efektif dalam
pembangunan berkelanjutan di mentawai.
Truk Traiiler PT.MPL sedang membawa Kayu Bulat di Pagai |
Terima kasih atas kunjungannya di blog "IDsaragih.com". Pertanyaan dan komentar silahkan tuliskan pada kotak komentar dibawah ini.
EmoticonEmoticon